Liturgical Calendar

HOMILI PAUS LEO XIV DALAM MISA TAHBISAN EPISKOPAL MGR. MIROSŁAW STANISŁAW WACHOWSKI (USKUP AGUNG TERPILIH VILLAMAGNA DI PROCONSULARE DAN NUNSIO APOSTOLIK UNTUK IRAK) 26 Oktober 2025

Bacaan Ekaristi : Sir. 35:12-14,16-18; Mzm. 34:2-3,17-18,19,23; 2Tim. 4:6-8,16-18; Luk. 18:9-14.


Saudara-saudari terkasih!

 

Hari ini Gereja Roma bersukacita bersama Gereja universal, bersukacita atas karunia seorang uskup baru: Uskup Agung Mirosław Stanisław Wachowski, putra negeri Polandia, uskup agung tituler terpilih Villamagna di Proconsolare dan Nunsius Apostolik untuk rakyat Irak terkasih.

 

Semboyan yang dipilihnya — Gloria Deo Pax Hominibus — bergema seperti gema kidung Natal para malaikat di Betlehem: "Kemuliaan bagi Allah di tempat Yang Maha Tinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya" (Luk 2:14). Ini adalah program seumur hidup: selalu mengupayakan kemuliaan Allah bersinar dalam damai sejahtera di antara manusia. Inilah makna mendalam dari setiap panggilan kristiani, dan khususnya panggilan episkopal: menjadikan nyata, melalui hidup seseorang, pujian bagi Allah dan keinginan-Nya untuk mendamaikan dunia dengan diri-Nya (bdk. 2 Kor 5:19).

 

Sabda Allah yang baru saja diwartakan menawarkan kepada kita beberapa ciri penting pelayanan episkopal. Bacaan Injil (Luk 18:9-14) menunjukkan kepada kita dua orang yang berdoa di Bait Allah: seorang Farisi dan seorang pemungut cukai. Orang Farisi memperkenalkan dirinya dengan penuh percaya diri, menyebutkan perbuatan-perbuatan yang telah dilakukannya; pemungut cukai tetap di belakang, tak berani menengadah ke langit, dan mempercayakan segalanya pada satu doa: "Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini" (ayat 13). Yesus berkata bahwa sesungguhnya dialah, si pemungut cukai, yang menerima rahmat dan keselamatan Allah, sebab "siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan" (ayat 14).

 

Doa orang miskin menembusi awan, Putra Sirakh mengingatkan kita: Allah mendengarkan permohonan orang-orang yang mempercayakan diri sepenuhnya kepada-Nya (bdk. Sir 35:15-22).

 

Inilah pelajaran pertama bagi setiap uskup: kerendahan hati. Bukan kerendahan hati dalam kata-kata, melainkan kerendahan hati yang bersemayam dalam hati seseorang yang menyadari bahwa ia seorang hamba, bukan tuan; seorang gembala, bukan pemilik kawanan domba.

 

Saya tergerak merenungkan doa sederhana yang, di Mesopotamia, telah membahana bak dupa selama berabad-abad: sang pemberita Injil memiliki wajah begitu banyak umat beriman Timur yang, dalam keheningan, terus berseru, "Ya Allah, kasihanilah aku, orang berdosa ini." Doa mereka tak pernah berhenti, dan hari ini Gereja universal bergabung dalam paduan suara orang-orang percaya yang menembusi awan dan menyentuh hati Allah.

 

Monsinyur Mirosław yang terkasih, kamu berasal dari negeri danau dan hutan. Di lanskap-lanskap itu, tempat keheningan berkuasa, kamu belajar merenung; di tengah salju dan matahari, kamu belajar ketenangan dan kekuatan; dalam keluarga petani, kesetiaan pada tanah dan pekerjaan. Pagi hari mengajarkanmu berdisiplin hati, dan kecintaanmu pada alam menuntunmu menemukan keindahan Sang Pencipta.

 

Akar ini bukan sekadar kenangan untuk diingat, melainkan pelajaran seumur hidup. Dari kontak dengan tanah, kamu belajar bahwa kesuburan datang dari penantian dan kesetiaan: dua kata yang juga mendefinisikan pelayanan episkopal. Uskup dipanggil untuk menabur dengan kesabaran, mengolah dengan rasa hormat, menanti dengan penuh harapan. Ia adalah seorang penjaga, bukan pemilik; seorang pendoa, bukan pemilik. Allah mempercayakan kepadamu sebuah misi agar kamu dapat merawatnya dengan dedikasi yang sama seperti seorang petani merawat ladangnya: setiap hari, dengan ketekunan, dengan iman.

 

Pada saat yang sama, kita mendengar Rasul Paulus yang, mengenang hidupnya sendiri, berkata, "Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir, dan aku telah memelihara iman" (2 Tim 4:7). Kekuatannya bukan berasal dari kesombongan, melainkan dari rasa syukur, karena Allah menopangnya dalam jerih payah dan pencobaannya.

 

Demikian pula, saudara terkasih, yang telah menapaki jalan pelayanan bagi Gereja di perwakilan kepausan di Senegal dan di negara asalmu, Polandia, di organisasi internasional di Wina dan di Sekretariat Negara, sebagai Pejabat Notulen dan Wakil Menteri untuk Hubungan dengan Negara-Negara, kamu telah menjalani diplomasi sebagai ketaatan pada kebenaran Injil, dengan kebijaksanaan dan kompetensi, dengan rasa hormat dan dedikasi, dan untuk itu saya bersyukur. Kini Allah memohon agar karunia ini menjadi kebapaan pastoral: menjadi seorang bapa, gembala, dan saksi pengharapan di negeri yang ditandai oleh penderitaan dan kerinduan untuk kelahiran kembali. Kamu dipanggil untuk berjuang dalam pertandingan iman yang baik, bukan melawan orang lain, melainkan melawan godaan untuk lelah, mundur, mengukur hasilmu, dengan mengandalkan kesetiaan yang menjadi ciri khasmu: kesetiaan mereka yang tidak mencari kepentingan diri sendiri, melainkan melayani dengan profesionalisme, dengan rasa hormat, dengan kompetensi yang cemerlang dan tidak pamer.

 

Santo Paulus VI, dalam Surat Apostoliknya Sollicitudo omnium Ecclesiarum, mengingatkan bahwa wakil Paus merupakan tanda kepedulian Penerus Petrus bagi seluruh Gereja. Ia diutus untuk memperkuat ikatan persekutuan, mengembangkan dialog dengan otoritas sipil, menjaga kebebasan Gereja, dan mengembangkan kesejahteraan masyarakat. Nunsius Apostolik bukan sekadar diplomat: ia adalah wajah Gereja yang mendampingi, menghibur, dan membangun jembatan. Tugasnya bukan untuk membela kepentingan pihak tertentu, melainkan untuk melayani persekutuan.

 

Di Irak, tanah misimu, pelayanan ini memiliki makna khusus. Di sana, Gereja Katolik, dalam persekutuan penuh dengan Uskup Roma, hidup dalam beragam tradisi: Gereja Kaldea, dengan Patriark Babilonia dari Kaldea dan bahasa Aram dalam liturginya; Gereja Siro-Katolik, Katolik Armenia, Katolik Yunani, dan Latin. Ia merupakan mosaik ritual dan budaya, sejarah dan iman, yang meminta untuk disambut dan dilindungi dalam amal kasih.

 

Kehadiran umat Kristen di Mesopotamia sudah ada sejak lama: menurut tradisi, Santo Thomas Rasul yang membawa Injil ke negeri itu setelah kehancuran Bait Suci Yerusalem; dan murid-muridnya, Addai dan Mari, yang mendirikan komunitas pertama. Di wilayah itu, mereka berdoa dalam bahasa yang digunakan Yesus: bahasa Aram. Akar apostolik ini merupakan tanda kesinambungan yang belum mampu dipadamkan oleh kekerasan, yang diwujudkan dengan keganasan dalam beberapa dekade terakhir. Sungguh, suara mereka yang secara brutal kehilangan nyawa di negeri itu tidak berkurang. Hari ini mereka berdoa untukmu, untuk Irak, untuk perdamaian dunia.

 

Pertama kalinya dalam sejarah, seorang Paus mengunjungi Irak. Pada bulan Maret 2021, Paus Fransiskus tiba sebagai peziarah persaudaraan. Di negeri itu, tempat Abraham, bapa iman kita, mendengar panggilan Allah, pendahulu saya mengenang bahwa "Allah, yang menciptakan manusia setara dalam martabat dan hak, memanggil kita untuk menyebarkan kasih, kebajikan, dan kerukunan. Di Irak pun, Gereja Katolik ingin menjadi sahabat bagi semua orang dan, melalui dialog, bekerjasama secara membangun dengan agama-agama lain demi perdamaian" (Fransiskus, Pidato kepada Pihak Berwenang, Masyarakat Sipil, dan Korps Diplomatik, 5 Maret 2021).

 

Hari ini kamu dipanggil untuk melanjutkan perjalanan itu: melindungi benih pengharapan, mendorong hidup berdampingan secara damai, menunjukkan bahwa diplomasi Takhta Suci lahir dari Injil dan dipupuk oleh doa.

 

Uskup Agung Mirosław yang terkasih, jadilah manusia yang senantiasa bersekutu dan berdiam diri, yang mendengarkan dan berdialog. Bawalah dalam kata-katamu kelembutan yang membangun dan dalam tatapanmu kedamaian yang menghibur. Di Irak, orang-orang akan mengenalimu bukan dari apa yang kamu katakan, tetapi dari bagaimana kamu mengasihi.

 

Kita mempercayakan misimu kepada Maria, Ratu Damai, kepada Santo Thomas, Addai, dan Mari, serta kepada banyak saksi iman Irak. Semoga mereka menyertaimu dan menjadi terang di jalanmu.

 

Maka, sebagaimana Gereja, dalam doa, menyambutmu ke dalam Dewan Uskup, marilah kita berdoa bersama: semoga kemuliaan Allah menerangi jalanmu dan semoga damai Kristus bersemayam di mana pun kamu melangkah. Gloria Deo, Pax Hominibus. Amin.

______

(Peter Suriadi - Bogor, 27 Oktober 2025)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.